Anomaly is something that deviates from what is standard, normal, or expected. This is what I was doing as long as I remember. I was not a brilliant kid, I was never good n math or chemistry. So what I remember when I was grew up, I was just tried so hard to be different. Ga pengen ajah sama kayak yang laen. Karena semua diminta jadi yang sama, pake seragam sama, pake sepatu sama, sampe ompreng makanan sama termos sama malah justru jadi motivasi untuk tampil beda. Dari dulu selalu begitu, ga tahu kenapa juga, ga punya history apa-apa tapi merasa selalu harus beda ajah dari orang laen. Waktu remaja mulai merasa bahwa menjadi beda ternyata ga merugikan malah banyak untungnya. Pas kerja motret dulu menjadi beda malah sangat membantu dalam menemukan my own style and color. Ga semua orang bisa terima, ga semua orang mau beli yang beda, ga setiap orang juga suka sesuatu yang ga biasa, malah sering dicap aneh.

Akhirnya jadi kebiasaan. Iya kebiasaan untuk selalu berpikir beda dari mainstream, kalo orang bilang think outside the box, for me there is no box, no paper, no dimension whatsoever. Ga lalu kemudian menjadikan saya orang paling kreatif di dunia, menjadi beda itu bukan jadi kreatif. kreatif itu adalah sebuah kegiatan menghasilkan dari yang tidak ada menjadi ada. menjadi beda adalah sebuah pola pikir. Tapi perlu dicermati ga semua orang menghargai pemikiran yang berbeda, ga semua orang juga mau jadi berbeda, hanya saja seringkali ide yang yang berbeda itu yang dianggap briliant. Cuma yah tidak setiap kali. Trus mengapa harus berbagi ? Karena mejadi anomali adalah gambaran garam dan terang ditengah-tengah dunia yang hambar dan gelap. Anomali-anomali inilah yang kemudian seringkali menjadi ide briliant bagi dunia. Jadi ga ada salahnya untuk berpikir beda karena emang berbeda, ga ikut mainstream kerena emang bukan mass product, kelihatan terang sendiri karena emang didesain begitu, kelihatan tinggi sendiri karena emang dna-nya begitu.

Selain karena alesan-alesan itu, menjadi anomali sebetulnya bikin hidup lebih bahagia. Menyadari penuh bahwa manusia diciptakan unik dan tidak sama satu sama lain justru membuat saya tidak membandingkan diri saya dengan orang lain. Hidup memang penuh persoalan, tapi ga perlu ditambah dengan soal banding-bandingan. Si itu lebih pinter, si ini lebih hebat, si anu bisa begitu, kok kamu ga bisa ? Emang kalo ga bisa kenapa ? Saya bisa yang lain, yang orang lain juga banyak yang ga bisa, Saya juga hebat tapi dalam hal yang berbeda. Apabila semua kehebatan harus diukur dengan tolok ukur satu orang, sementara Tuhan menciptakan wajah, bentuk tubuh dan sidik jari beda ga ada yang sama, apakah kita ini mau melebihi Tuhan ? atau tidak mau menerima rancangan Tuhan ? Ga semua orang harus pintar matematika, ga semua orang juga harus pintar sejarah, ga semua orang harus bisa melukis, ga semua orang juga harus bisa daya bayang ruang. tapi semua orang pasti bisa sesuatu dan yang paling penting semua orang harus dihargai dan diberi kesempatan untuk berkembang di tempat di mana dia bisa. Cuma satu yang harus sama, semua orang harus rajin. Orang males jangankan masuk surga, jalan ke surga ajah dia males. Dunia saat ini hanya mengenal 9 tipe intelligence (Gardner), bagus sih, ga ada yang salah, tapi manusia pasti ga bisa hanya dikelompokin jadi sembilan. What if everyone had a chance to become anomaly and grew the way they intended to be ? would the world become a better place today ? Aren’t all giants industries scored their success stories because they produced a unique and anomaly product ? Being different is better than being-better-than-anybody-else, why compete when we can create new market ?

So I do encourage everyone to be anomaly as you intended to be. It is okay to be different, we are fearfully and wonderfully made. Unik dan beda, tapi semua diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Saya pribadi ga percaya serupa dan segambar dengan Allah hanya bisa digolongkan dengan sembilan bentuk kepintaran. Itu baru omongin kepintaran, belom bentuk badan, bentuk muka, pola didik, pola asuh, pendidikan, lingkaran pergaulan dll. Terlalu banyak variabelnya, terlalu banyak penyebarannya, makanya ga bisa disama-samain. Ga salah juga terima konsep penggolongan manusia biar mudah mengidentifikasi masalah, tapi juga ga salah untuk percaya bahwa bisa jadi tanpa penggolongan justru mungkin malah ga ada masalah (yang blajar psikologi dan fans Freud pasti protes, tapi pasti juga mikir. bukankah semua kasus harus dilihat komprehensif ?, justru itu bukti kalo manusia itu unik dan beda satu sama lain) Jangan takut jadi beda, justru harusnya bangga! yang beda biasanya dicari. hidup anomali!

Posted in

Leave a comment